Selasa, 11 Oktober 2011

Qadariah dan Jabariyah


RESUME
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur pada mata kuliah Ilmu Kalam

UIN SGD BDG.gif

Disusun oleh:

EMMA AMALLIA CONTESSA
1209208033
PENDIDIKAN KIMIA IV / A







PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2011
Qodariah dan Jabariyah
           A.     ALIRAN JABARIAH
1.      Pengertian Jabariyah
Kata Jabariyah berasal dari kata Jabara dalam bahasa Arab yang mengandung arti memaksa dan mengharuskan melakukan sesuatu. (Abdul Razak, 2009 : 63).
Pengertian arti kata secara etimologi diatas telah dipahami bahwa kata jabara merupakan suatu paksaan di dalam melakukan setiap sesuatu. Atau dengan kata lain ada unsur keterpaksaan. Kata Jabara setelah berubah menjadi Jabariyah (dengan menambah Yaa’ nisbah) mengandung pengertian bahwa suatu kelompok atau suatu aliran (isme). Ditegaskan kembali dalam berbagai referensi yang dikemukakan oleh Asy-Syahratsan bahwa paham Al-Jabar berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti sesungguhnya dan menyandarkannya kepada Allah, dengan kata lain, manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Dalam referensi Bahasa Inggris, Jabariyah disebut  Fatalism atau Predestination. Yaitu paham yang menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha’ dan qadar Allah. (Harun Nasution, 1986 : 31).
Dapat kita simpulkan bahwa aliran Jabariyah adalah aliran sekelompok orang yang memahami bahwa segala perbuatan yang mereka lakukan merupakan sebuah unsur keterpaksaan atas kehendak Tuhan dikarenakan telah ditentukan oleh qadha’ dan qadar Tuhan. Jabariah adalah pendapat yang tumbuh dalam masyarakat Islam yang melepaskan diri dari seluruh tanggungjawab. Maka Manusia itu disamakan dengan makluk lain yang sepi dan bebas dari tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain, manusia itu diibaratkan benda mati yang hanya bergerak dan digerakkan oleh Allah Pencipta, sesuai dengan apa yang diinginkan-Nya. Dalam soal ini manusia itu dianggap tidak lain melainkan bulu di udara dibawa angin menurut arah yang diinginkan-Nya. Maka manusia itu sunyi dan luput dari ikhtiar untuk memilih apa yang diinginkannya sendiri.


2.      Sejarah Kemunculan Aliran Jabariyah
Mengenai asal usul serta akar kemunculan aliran Jabariyah ini tidak lepas dari beberapa faktor. Antara lain :
1.      Faktor Politik
Pendapat Jabariah diterapkan di masa kerajaan Ummayyah (660-750 M). Yakni di masa keadaan keamanan sudah pulih dengan tercapainya perjanjian antara Muawiyah dengan Hasan bin Ali bin Abu Thalib, yang tidak mampu lagi menghadapi kekuatan Muawiyah. Maka Muawiyah mencari jalan untuk memperkuat kedudukannya. Di sini ia bermain politik yang licik. Ia ingin memasukkan di dalam pikiran rakyat jelata bahwa pengangkatannya sebagai kepala negara dan memimpin ummat Islam adalah berdasarkan "Qadha dan Qadar/ketentuan dan keputusan Allah semata" dan tidak ada unsur manusia yang terlibat di dalamnya.
Golongan Jabariyah pertama kali muncul di Khurasan (Persia) pada saat munculnya golongan Qodariyah, yaitu kira-kira pada tahun 70 H. Aliran ini dipelopori oleh Jahm bin Shafwan, aliran ini juga disebut Jahmiyah. Jahm bin Shafwan-lah yang mula-mula mengatakan bahwa manusia terpasung, tidak mempunyai kebebasan apapun, semua perbuatan manusia ditentukan Allah semata, tidak ada campur tangan manusia.
Paham Jabariyah dinisbatkan kepada Jahm bin Shafwan karena itu kaum Jabariyah disebut sebagai kaum Jahmiyah, Namun pendapat lain mengatakan bahwa orang yang pertama mempelopori paham jabariyah adalah Al-Ja'ad bin Dirham, dia juga disebut sebagai orang yang pertama kali menyatakan bahwa Al-Quran itu makhluq dan meniadakan sifat-sifat Allah. Disamping itu kaum Jahmiyah juga mengingkari adanya ru'ya (melihat Allah dengan mata kepala di akhirat). Meskipun kaum Qadariyah dan Jahmiyah sudah musnah namun ajarannya masih tetap dilestarikan. Karena kaum Mu'tazilah menjadi pewaris kedua pemahaman tersebut dan mengadopsi pokok-pokok ajaran kedua kaum tersebut. Selanjutnya ditangan Mu'tazilah paham-paham tersebut segar kembali. Sehingga Imam As-Syafi'i menyebutnya Wasil, Umar, Ghallan al-Dimasyq sebagai tiga serangkai yang seide itulah sebabnya kaum Mu'tazilah dinamakan juga kaum Qadariyah dan Jahmiyah.
Disebut Qadariyah karena mereka mewarisi isi paham mereka tentang penolakan terhadap adanya takdir, dan menyandarkan semua perbuatan manusia kepada diri sendiri tanpa adanya intervensi Allah. Disebut Jahmiyah karena mereka mewarisi dari paham penolakan mereka yang meniadakan sifat-sifat Allah, Al-quran itu Makhluk, dan pengingkatan mereka mengenai kemungkinan melihat Allah dengan mata kepala di hari kiamat.
Berkaitan dengan hal ini, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa sebagai pengikut Mu'tazilah adalah Jahmiyah tetapi tidak semua Jahmiyah adalah Mu'tazilah, karena kaum Mu'tazilah berbeda pendapat dengan kaum Jahmiyah dalam masalah Jabr (hamba berbuat karena terpaksa). Kalau kaum Mu'tazilah menafikanya maka kaum Jahmiyah meyakininya.
2.      Faktor Geografi
Para ahli sejarah pemikiran mengkaji melalui pendekatan geokultural bangsa Arab. Kehidupan bangsa Arab yang dikungkung oleh gurun pasir sahara memberikan pengaruh besar ke dalam cara hidup mereka. Ketergantungan mereka kepada alam sahara yang ganas telah memunculkan sikap penyerahan diri terhadap alam. Situasi demikian, bangsa Arab tidak melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keingianan mereka sendiri. Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Akhirnya, mereka banyak bergantung kepada sikap Fatalisme.
3.      Tokoh-Tokoh Serta Doktrin Ajaran
a)      Ja'd Bin Dirham
Ia adalah seorang hamba dari bani Hakam dan tinggal di Damsyik. Ia dibunuh pancung oleh Gubernur Kufah yaitu khalid bin Abdullah El-Qasri.
Pendapat-pendapatnya :
a.       Tidak pernah Allah berbicara dengan Musa sebagaimana yang disebutkan oleh Alqur'an surat An-Nisa ayat 164.
b.       Bahwa Nabi Ibrahim tidak pernah dijadikan Allah kesayangan Nya.
Menurut ayat 125 dari surat An-Nisa. Jahm bin Shafwan
berasal dari Persia dan meninggal tahun 128 H dalam suatu peperangan di Marwan dengan Bani Ummayah.


4.      Ciri-Ciri Ajaran Jabariyah
Diantara ciri-ciri ajaran Jabariyah adalah :
a.       Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap perbuatannya baik yang jahat, buruk atau baik semata Allah semata yang menentukannya.
b.      Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi.
c.       Ilmu Allah bersifat Huduts (baru)
d.      Iman cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadhkan.
e.       Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaanNya.
f.       Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama penghuninya, karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata.
g.      Bahwa Allah tidak dapat dilihat di surga oleh penduduk surga.
h.      Bahwa Alqur'an adalah makhluk dan bukan kalamullah
B. ALIRAN QADARIAH
1.      Pengertian Qadariyah
            Qadariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu kata qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan. Adapun menurut pengertian terminology, Qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak di intervensi oleh Tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya; Ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa Qadariyah dipakai untuk nama suatu aliran yang memberi penekanan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dalam hal ini, Harun Nasution menegaskan bahwa kaum Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan. Dalam teologi modern, paham qadariyah ini dikenal dengan nama free will, freedom of willingness atau freedom of action, yaitu kebebasan untuk berkehendak atau kebebasan untuk berbuat.
            Seharusnya, sebutan Qadariyah diberikan kepada aliran yang berpendapat bahwa qadar menentukan segala tingkah laku manusia, baik yang berpendapat bagus maupun yang jahat. Namun, sebutan tersebut telah melekat kaun sunni, yang percaya bahwa manusia mempunyai kebebasan berkehendak. Menurut Ahmad Amin, sebutan ini diberikan kepada para pengikut faham qadar oleh lawan mereka yang merujuk Hadist yang menimbulkan kesan negative bagi nama Qadariyah.
2.      Asal Usul Pertumbuhan Qadariyah
            Kapan Qadariyah muncul dan siapa tokoh-tokohnya?. Merupakan dua tema yang masih diperdebatkan. Menurut Ahmad Amin, ada ahli teologi yang mengatakan bahwa Qadar iyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqy. Ma’bad adalah seorang taba’i yang dapat dipercaya dan pernah berguru pada Hasan Al-Bashri. Adapun Ghailan adalah seorang orator yang berasal dari Damaskus dan ayahnya menjadi maula Usman bin Affan.
Ibnu Nabatah dalam kitabnya Syarh Al-Uyun, seperti dikutif Ahmad Amin, member informasi lain bahwa yang pertama kalimemunculkan faham Qadariyah adalah orang Irak yang semula beragama Kristen kemudian masuk Islam dan balik lagi ke agama Kristen. Dari orang inilah, Ma’bad dan Ghailan mengambil faham ini. Orang Irak yang dimaksud, sebagaimana dikatakan Muhammad Ibnu Syu’ib yang memperoleh informasi dari Al-Auzai, adalah Susan.
Sementara itu, W. Montgomery Watt menemukan dokumen lain melalui tulisan Hellmut Ritter dalam bahasa Jerman yang dipublikasikan melalui majalah Der Islam pada tahun 1933. Artikel ini menjelaskan bahwa faham Qadariyah terdapat dalam kitab Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan Al-Bashri sekitar tahun 700M. Hasan Al-Bashri (642-728) adalah anak dari seorang tahanan di Irak. Ia lahir di Medinah, tetapi pada yahu 657, pergi ke Basrah dan tinggal disana sampai  akhir hayatnya.
Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan ad-Dimasyqi, menurut Watt adalah penganut Qadariyah yang hidup setelah Hasan Al-Bashri. Kalau dihubungkan dengan keterangan Adz-Dzahabi dalam Mizan Al-I’tidal, seperti dikutifAhmad Amin yang menyatakan bahwa Ma’bad Al-Jauhani pernah belajar kepada Hasan Al-Bashri, maka sangat mungkin faham Qadariyah ini mula-mula dikembangkan Hasan Al-Bashri. Dengan demikian, keterangan yang ditulis oleh Ibnu Nabatah dalam Syahrul Al-Uyun bahwa faham Qadariyah berasal dari orang Irak Kristen yang masuk Islam kembali ke Kristen, adalah hasil rekayasa orang yang tidak sependapat dengan faham ini.
Faham Qadariyah mendapat tantangan keras dari umat Islam ketika itu. Ada beberapa hal yang mengakibatkan terjadinya reaksi keras ini, pertama seperti pendapat Harun Nasution, karena masyarakat Arab sebelum Islam kelihatannya dipengaruhi oleh faham fatalis. Kehidupan bangsa Arab ketika itu serba sederhana dan jauh dari pengetahuan. Mereka selalu terpaksa mengalah dalam keganasan alam, panas yang menyengat, serta tanah dan gunungnya yang gundul. Mereka merasa dirinya lemah dan tak mampu menghadapi kesukaran hidup yang ditimbulkan oleh alam sekelilingnya. Faham itu terus dianut kendatipun mereka sudah beragama Islam. Karena ketika itu, faham Qadariyah dikembangkan, mereka tidak dapat menerimanya. Faham Qadariyah itu dianggap bertentangan dengan doktrin Islam.
Kedua, tantangan dari pemerintah ketika itu. Tantangan ini sangat mungkin terjadi karena para pejabat pemerintahan menganut faham Jabariyah. Ada kemungkinan juga pejabat pemerintah menganggap gerakan faham Qadariyah sebagai suatu usaha menyebarkan faham dinamis dan daya kritis rakyat, yang pada gilirannya mampu mengkritik kebijakan-kebijakan mereka yang dianggap tidak sesuai, bahkan dapat menggulungkan mereka dari tahta kerajaan.
3.      Doktrin-doktrin Qodariyah
Dalam kitab Al-milal wa An-nihal, pembahasan masalah Qodariyah disatukan dengan pembahasan tentang doktrin-doktrin Mu’tazilah, sehingga perbedaan antara kedua aliran ini kurang begitu jelas. Ahmad amin juga menjelaskan bahwa doktrin Qodar lebih luas dikupas oleh kalangan Mu’tazilah. Akibatnya, seringkali orang menamakan Qodariyah dengan Mu’tazilah karena kedua aliran ini  sama-sama percaya bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa campur tangan Tuhan.
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang doktrin Qodariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatanya. Manusia sendirilah yang melakukan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri yang melakukan baik atas kehendak dan kekuasaan perbuatan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri. Salah seorang pemuka Qodariyah yang lain An-Nazm, mengemukakan bahwa manusia hidup mempunyai daya. Selagi hidup manusia mempunyai daya, ia berkuasa atas segala perbuatannya.
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat di pahami bahwa doktrin qodariyah pada dasarnya menyatakan bahwa sgala tingkah laku manusiadilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukanya dan berhak juga memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Dalam kaitan ini, bila seseorang diberi ganjaran baik dengan balasan surga kelak di akhirat dan diberi ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akhirat, itu berdasarkan pilihan pribadinya sendiri, bukan oleh takdir Tuhan. Sungguh tidak pantas, manusia menerima siksaan atau tindakan salah yang dilakukan bukan atas keinginan dan kemampuannya sendiri.
4.      Sekte – Sekte Qadariyah
            Qadariyah terbagi menjadi tiga golongan, yaitu Qadariyah Musyrikah, Qadariyah Majusiyah, dan Qadariyah Iblisyiah.
a.      Qadariyah Musyrikah
Qadariyah musyrikah adalah mereka yang menganut qadha dan qadhar serta mengakui bahwa hal itu selaras dengan perintah dan larangan.
b.      Qadariyah Majusiyah
Qadariyah Majusiyah adalah mereka yang menjadikan Allah berserrikat dalam penciptaan-penciptaan-Nya sebagaimana Qadariyah Musyrikah menjadikan sekutu-sekutubagi Allah dalam beribadah kepada-Nya.
c.       Qadariyah Iblisyiah
Qadariyah Iblisyiah adalah mereka yang membenarkan bahwa Allah merupakan sumber terjadinya kedua perkara, akan tetapi menurut mereka hal ini saling berlawanan. Merekalah orang-orang yang membantah Allah sebagaimana disebutkan dalam hadist.


Asya`irah dan Maturidiyah
Asya`irah dan Maturidiyah tergabung dalam kelompok Ahlussunnah dan banyak memiliki kesamaan, namun mereka juga memiliki perbedaan pendapat dalam sebagian masalah.
Ajaran-ajaran yang terdapat pada Asy’ariyah antara lain :
1.         Allah mempunyai sifat yang sesuai dengan dzat-Nya dan sifat Allah berlawanan dengan sifat makhluk-Nya
2.         Perbuatan manusia itu diciptakan tuhan, namun manusia memiliki kemampuan untuk melakukan perbuatan
3.         Tuhan dapat dilihat di akhirat kelak
4.         Alqur’an adalah qadim, sedangkan Al-qur’an yang berupa huruf dan suara disalin dalam mushaf bersifat baru
5.         Tuhan tidak berkewajiban member pahala kepada orang yang beriman dan menyiksa orang yang durhaka, namun kaum Asy’ariyah meyakini bahwa orang mukmin yang berbuat dosa besar akan masuk neraka terlebih dahulu, baru kemudian masuk surga
6.         Adanya syafa’at di hari kiamat, siksa kubur,pertanyaan malikat munkar dan nakir,  shirat jembatan), dan timbangan
7.         Surga dan neraka adalah makhluk, ijma adalah suatu kebenaran yang harus diterima
Ajaran-ajaran yang terdapat pada Maturidiyah antara lain :
1.         Tuhan mempunyai sifat
2.         Manusia mewujudkan perbuatannya sendiri
3.         Alqur’an bersifat qadim
4.         Tuhan tidak berkewajiban berbuat sesuatu, tetapi perbuatan tuhan ada tujuannya dalam arti tidak sia-sia
5.         Orang yang berdosa besar masih tetap mukmin, soal pembalasan dari dosa besar itu adalah urusan Tuhan
6.         Janji dan ancaman Tuhan kelak akan terjadi
7.         Akal sanggup mengetahui perbuatan baik dan buruk, namun tuntutan kewajiban untuk melakukan dan meninggalkan suatu perbuatan datangnya dari tuhan, bukan dari akal itu sendiri


Mu’tazilah
Mu’tazilah adalah nama yang diberikan kepada peristiwa Washil bin ‘Atha dengan gurunya yang meninggalkan pengajian karena tak sependapat dalam hal pelaku dosa besar. Sementara mereka sendiri menamakan Ahlu al Adl Wattauhid.
            Aliran Mu’tazilah dikenal sebagai aliran rasional dalam Islam karena memberi peran akal lebih besar, sehingga dalam ajaran-ajarannya berbeda pendapat dengan golongan Ahlussunnah Wal Jama’ah. Ajaran Mu'tazilah ini kurang diterima oleh kebanyakan ulama Sunni karena aliran ini beranggapan bahwa akal manusia lebih baik dibandingkan tradisi. Oleh karena itu, penganut aliran ini cenderung menginterpretasikan ayat-ayat Al Qur'an secara lebih bebas dibanding kebanyakan umat muslim. Mu’taziliyah memiliki 5 ajaran utama, yakni :
  1. Tauhid.
 Mereka berpendapat :
    • Sifat Allah ialah dzatNya itu sendiri.
    • Al-Qur'an ialah makhluk.
    • Allah di alam akhirat kelak tak terlihat mata manusia. Yang terjangkau mata manusia bukanlah Ia.
  1. Keadilan-Nya.
Mereka berpendapat bahwa Allah SWT akan memberi imbalan pada manusia sesuai perbuatannya.
  1. Janji dan ancaman.
Mereka berpendapat Allah takkan ingkar janji: memberi pahala pada muslimin yang baik dan memberi siksa pada muslimin yang jahat.
  1. Posisi di antara 2 posisi.
Ini dicetuskan Wasil bin Atha' yang membuatnya berpisah dari gurunya, bahwa mukmin berdosa besar, statusnya di antara mukmin dan kafir, yakni fasik.
  1. Amar ma’ruf (tuntutan berbuat baik) dan nahi munkar (mencegah perbuatan yang tercela).
 Ini lebih banyak berkaitan dengan hukum/fikih.
Aliran Mu’tazilah berpendapat dalam masalah qada dan qadar, bahwa manusia sendirilah yang menciptakan perbuatannya. Manusia dihisab berdasarkan perbuatannya, sebab ia sendirilah yang menciptakannya.
Pemikiran kalam kontemporer
Pemikiran kalam kontemporer merupakan gabungan dari pemikiran klasik yang masih relevansi dan sesuai dengan perkembangan zaman dengan pemikiran modern yang baru dikemukakan oleh para tokoh-tokoh guna memberikan kontribusi bagi kemajuan umat Islam yang semakin lemah dan kurang termotivasioleh karena kemudnduran yang dialami umat Islam.
Adapun tokoh-tokoh serta pendekatannya adalah sebagai berikut :
a.       Syekh Muhammad Abduh
¯  Pendekatan tokoh dan fungsi wahyu
¯  Kebebasan manusia dan fatalisme
¯  Sifat-sifat Tuhan
¯  Kehendak mutlak Tuhan
¯  Keadilan Tuhan
¯  Antropomorfisme
¯  Melihat Tuhan
¯  Perbuatan Tuhan
b.      Sayyid Ahmad khan
Akal bukanlah segalanya dan kekuatan akal pun terbatas, dsb.
c.       Muhammad Iqbal
¯  Hakikat Teologi
¯  Pembuktian Tuhan
¯  Jati diri manusia
¯  Dosa
¯  Surga dan neraka
d.      Ismail Al-Faruqi
¯  Tauhid sebagai inti pengalaman agama
¯  Tauhid sebagai pandangan dunia
¯  Tauhid sebagai intisari islam
¯  Tauhid sebagai prinsip sejarah
¯  Tauhid sebagai prinsip pengetahuan
¯  Tauhid sebagai prinsip metafisika
¯  Tauhid sebagi prinsip etika
¯  Tauhid sebagai prinsip ummah
¯  Tauhid sebagai prinsip tata sosial
¯  Tauhid sebagi prinsip keluarga
¯  Tauhid sebagai tata politik
¯  Tauhid sebagai tata ekonomi
¯  Tauhid sebagai prinsip estetika
e.       Hasan Hanafi
¯  Kritik terhadap teologi tradisional
¯  Rekontruksi Teologi
f.       H. M Rasyidi
¯  Tentang perbedaan ilmu kalam dan teologi
¯  Tema-tema ilmu kalam
¯  Hakikat iman
g.      Harun Nasution
¯  Peranan akal
¯  Pembaharuan Teologi
¯  Hubungan akal dengan wahyu
Salaf dan Khalaf
A.    Salaf
Imam hanbali adalah salah seorang tokoh ulama salaf yang mempunyai ciri khas dalam pemikirannya yaitu lebih menerapkan pendekatan lafdzi (tekstual) daripada pendekatan ta’wil, kemudian beliau menyerahkan (tafwidh) makna-makna ayat dan hadist mutasyabihat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Kemudian ulama salaf lainnya adalah Ibnu Taimiyah, Ibnu Taimiyah merupakan tokoh salaf yang ekstrim karena kurang memberikan ruang gerak leluasa pada akal. Ia adalah murid yang muttaqi, wara, zuhud, serta seorang panglima dan penentang bangsa Tartas yang berani. Ibnu Taimiyah tidak menyetujui penafsiran ayat- ayat mutasyabihat. Menurutnya, ayat atau Hadist yang menyangkut sifat-sifat Allah harus diterima dan diartikan sebagaimana adanya, dengan cacatan tidak men-tajsim-kan , tidak menyerupakanNya dengan makhluk, dan tidak bertanya-tanya tentangNya.
B.     Khalaf
Nama lengkap Al-Asy’ari adalah Abu Al-Hasan Ali bin Ismail in Ishaqi bin Salim bin Ismail bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bi Abi Musa Al-Asy’ari, beliau ditinggalkan oleh ayahnya ketika masih kecil. Ayah beliau yaitu seorang yang berfaham ahlusunnah dan ahli hadits. Sebelum ayah beliau wafat, ayak beliau berwasiat kepada Zakaria bin Yahya As-Saji agar mendidik Al-Asy’ari. Berkat didikannya, Al-Asy’ari kemudian menjadi tokoh Mutazilah, tapi kemudian ia keluar dari Mu’tazilah dan berfaham ahlusunnah.
Pemikiran-pemikiran Al-Asy’ari diantaranya Tuhan dan sifat-sifatnya, kebebasan dalam berkehendak, akal dan wahyu dan kriteria baik dan buruk, qodimnya Al-Qur'an, melihat Allah, keadilan dan kedudukan orang berdosa.
Al-Maturidi dilahirkan disebuah kota kecil di daerah Samarkan yang bernama Maturid. Al-Maturidi hidup pada masa khalifah Al-Mutawakil yang memerintah pada tahun 232-274 H/847-861 M. kariri pendidikan beliau lebih dikonsentrasikan untuk menekuni bidang teologi dari pada fiqih.
Doktrin-doktrin teologi al-Maturidi diantaranya akal dan wahyu, perbuatan manusia, kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, sifat Tuhan, melihat Tuhan kalam Tuhan, perbuatan manusia, pengutusan Rasul dan dosa besar.
Perbandingan Aliran Kalam
A. PERBUATAN TUHAN
Semua aliran dalam pemikiran kalam berpandangan bahwa Tuhan melakukan perbuatan. Perbuatan disini dipandang sebagai konsekuensi logis dari dzat yang memilki kemampuan untuk melakukannya.
1. Aliran Mu’tazilah
Pengertian dan latar belakang munculnya Mu’tazilah
            Perkataan Mu’tazilah berasal dari kata Í’tizal” yang artinya “memisahkan diri”, pada mulanya nama ini di berikan oleh orang dari luar mu’tazilah karena pendirinya, Washil bin Atha’, tidak sependapat dan memisahkan diri dari gurunya, Hasan al-Bashri. Dalam perkembangan selanjutnya, nama ini kemudian di setujui oleh pengikut Mu’tazilah dan di gunakan sebagai nama dari bagi aliran teologi mereka.
1.      Pokok-pokok ajaran Mu’tazilah
Ada lima prinsip pokok ajaran Mu’tazilah yang mengharuskan bagi pemeluk ajaran ini untuk memegangnya, yan dirumuskan oleh Abu Huzail al-Allaf :
  1. al Tauhid (keesaan Allah)
  2. al ‘Adl (keadlilan tuhan)
  3. al Wa’d wa al wa’id (janji dan ancaman)
  4. al Manzilah bain al Manzilatain (posisi diantara posisi)
  5. amar mauruf dan Nahi mungkar.
2.      Tokoh-tokoh Mu’tazilah
Diantara para tokoh-tokoh yang berpengaruh pada Mu’tazilah yaitu:
1. Washil bin Atha’
2. Abu Huzail al-Allaf
3. Al Nazzam

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:
Free Blog Templates